Ternyata Tak Hanya Mendaki Gunung Pantangan Bicara Cabul, Namun Juga  di Medan Perang Bisa Berakibat Fatal Simak Yuk

Ilustrasi merdeka.com

 

JAKARTA (SURYA24.COM)- Mendaki gunung dan berperang adalah kegiatan yang membutuhkan ketekunan, keterampilan, dan ketegasan. Selain itu, dalam kedua situasi ini, ada kode etik dan norma-norma perilaku yang harus diikuti. Salah satu aspek penting dari etika dalam kedua kegiatan ini adalah menjaga sopan santun dan menghindari percakapan cabul atau tidak pantas. Dalam artikel ini, kita akan membahas mengapa penting untuk menghormati etika dan kehormatan ini, serta dampak negatif yang mungkin timbul jika pantang bicara cabul diabaikan.

 Menghormati dan menjaga lingkungan

    Mendaki gunung dan berperang sering melibatkan tim atau kelompok yang bekerja bersama. Menghormati dan menjaga lingkungan adalah tanggung jawab kita sebagai anggota kelompok. Bicara cabul atau tidak pantas dapat merusak atmosfer yang positif dan mengganggu hubungan tim. Ini juga dapat menghancurkan kepercayaan dan rasa saling menghormati antara sesama pendaki atau prajurit.

Kehormatan terhadap perempuan

 Mendaki gunung dan berperang tidak mengenal jenis kelamin. Kedua kegiatan ini melibatkan partisipasi aktif dari perempuan yang sama-sama berusaha mencapai tujuan yang sama. Bicara cabul dapat merendahkan, menyinggung, dan melecehkan perempuan di sekitar kita. Penting untuk menghormati keberadaan mereka dan memperlakukan mereka dengan rasa hormat dan kesetaraan yang pantas.

Etika dan moralitas

Mendaki gunung dan berperang seringkali melibatkan tantangan fisik dan mental yang besar. Ketika kita berada di lingkungan yang penuh dengan tekanan dan risiko, penting untuk tetap menjaga integritas moral dan etika. Bicara cabul atau tidak pantas dapat menunjukkan ketidakmaturen, kurangnya kontrol diri, dan kurangnya penghargaan terhadap nilai-nilai etika yang penting dalam kegiatan ini.

Dampak pada motivasi dan semangat

Percakapan cabul atau tidak pantas dapat menurunkan motivasi dan semangat orang lain dalam kelompok. Ini dapat mengurangi rasa solidaritas dan kerja tim yang baik yang sangat penting dalam mendaki gunung dan berperang. Dalam situasi berbahaya atau sulit, tim yang solid dan termotivasi memiliki peluang yang lebih besar untuk mencapai tujuan mereka.

Penghormatan terhadap budaya dan tradisi

Setiap komunitas pendaki gunung atau prajurit dalam perang memiliki budaya dan tradisi mereka sendiri. Bicara cabul atau tidak pantas dapat melanggar norma-norma budaya dan menghancurkan penghormatan terhadap tradisi yang ada. Saat berpartisipasi dalam kegiatan seperti ini, penting untuk memahami dan menghormati nilai-nilai budaya yang berlaku.

 

Dapat disimpulkan pantang bicara cabul saat mendaki gunung dan berperang adalah prinsip penting yang harus dipegang teguh oleh setiap individu yang terlibat dalam kegiatan tersebut. Menghormati etika dan kehormatan adalah wujud dari kematangan, rasa hormat, dan kesadaran akan tanggung jawab sosial kita sebagai anggota kelompok.

Bicara cabul atau tidak pantas dapat merusak hubungan tim, mengganggu atmosfer positif, dan menghancurkan kepercayaan yang dibangun antara sesama pendaki atau prajurit. Hal ini juga dapat merendahkan dan melecehkan perempuan yang berpartisipasi dalam kegiatan tersebut. Selain itu, bicara cabul juga mencerminkan kurangnya kontrol diri, ketidakmaturen, dan ketidakpedulian terhadap nilai-nilai etika yang penting dalam mendaki gunung dan berperang.

Penting untuk diingat bahwa kegiatan seperti mendaki gunung dan berperang melibatkan tantangan fisik dan mental yang besar. Dalam lingkungan yang penuh dengan tekanan dan risiko, menjaga integritas moral dan etika adalah hal yang sangat penting. Bicara cabul dapat merusak motivasi dan semangat individu serta mengurangi rasa solidaritas dan kerja tim yang efektif.

Terakhir, menghormati budaya dan tradisi yang ada dalam komunitas pendaki gunung atau prajurit adalah bagian penting dari sikap yang pantas. Bicara cabul dapat melanggar norma-norma budaya dan menghancurkan penghormatan terhadap tradisi yang telah diwariskan.

Oleh karena itu, setiap individu yang terlibat dalam kegiatan mendaki gunung dan berperang harus menyadari pentingnya menghormati etika dan kehormatan, serta mematuhi pantang bicara cabul. Dengan menghargai nilai-nilai ini, kita dapat membangun lingkungan yang positif, menjaga hubungan tim yang kuat, dan mencapai tujuan dengan kehormatan dan martabat.

Tewas di Medan Perang

Dikutip dari merdeka.com, banyak kisah menarik dari medan pertempuran. Seorang prajurit harus menjunjung tinggi moralitas. Ini diyakini betul oleh para prajurit senior.

 

Mayjen (Purn) Eddie M Nalapraya menceritakan pengalamannya ketika bertempur. Saat itu tahun 1959, Eddie masih berpangkat Letnan Dua dan menjadi komandan kompi di Batalyon Infanteri 330/Siliwangi.

Indonesia tengah bergolak karena perang saudara dan pemberontakan di berbagai daerah. Eddie dan pasukannya bertugas menerobos masuk ke wilayah Permesta di Sulawesi Utara.

Kisah ini ditulis dalam buku Jenderal Tanpa Angkatan, Memoar Eddie M Nalapraya terbitan Zigzag Creative

Salah seorang prajurit melapor ada kekuatan pasukan Permesta yang cukup kuat di sekitar Kota Bakan. Eddie langsung menyiapkan Kompi C untuk menyergap musuh.

Tertembak Dalam Pertempuran

Dengan kekuatan penuh Eddie mengerahkan satu kompi pasukan untuk menyerang dari segala sisi. Dalam waktu singkat pertempuran sengit terjadi. Dari pihak Permesta jatuh banyak korban. Sementara dari pihak TNI AD satu prajurit tertembak di bagian perut dan meninggal.

Prajurit bernama Syarif tersebut lalu segera dikuburkan. Konon, menurut teman-temannya saat masih di kapal menuju medan perang, Syarif sering melontarkan kata-kata cabul. Termasuk ingin bercinta dengan wanita. Hal ini dilarang keras bagi seorang prajurit yang akan bertempur.

"Memang tabu mengucapkan kata-kata jorok, mengambil barang orang lain, atau berbuat hal-hal yang tidak pantas sewaktu berada dalam medan pertempuran. Ada semacam pantangan yang tidak tertulis. Biasanya para prajurit memahami hal semacam itu," kata Eddie.

Tabu Mengambil Harta Orang

Pendapat serupa disampaikan Letnan (Purn) Supardi, seorang pensiunan prajurit TNI yang lain. 

 

Menurutnya seorang prajurit tabu bicara porno atau mengambil hak orang lain. Percaya tidak percaya, Supardi punya pengalaman tak terlupakan saat menumpas gerakan Republik Maluku Selatan. Dia melihat temannya tewas terkena peluru yang menembus helm baja.

Supardi dan rekan-rekan lain bingung karena ada peluru bisa menembus baja. Ternyata setelah diperiksa, ditemukan emas disembunyikan di dalam helm. Emas itu diduga hasil jarahan milik warga.

"Ada juga yang tertembak di dada. Tahunya kita periksa di sakunya ada uang RMS, uang dari mana ini," kisahnya saat ditemui di Bogor bertahun-tahun lalu.***